Oleh: Ma’rufin Sudibyo
Datanglah ke masjid dekat rumah anda dan perhatikan salah satu bagian dindingnya, tempat dimana tertempel jadwal waktu shalat yang seringkali dibingkai secara khusus. Mayoritas masjid di Indonesia mencantumkan apa yang dinamakan jadwal waktu shalat abadi atau jadwal waktu shalat untuk selama-lamanya. Dinamakan demikian sebab waktu-waktu shalat yang ada didalamnya dianggap bisa diberlakukan (bagi suatu daerah) sepanjang masa hingga hari akhir kelak.


Jadwal waktu shalat abadi merupakan suatu konsep yang (dianggap) benar di kalangan ahli falak, khususnya sebelum dekade 1990-an. Keabadian itu didasarkan pada dua syarat, pertama: sistem penanggalan yang dipergunakan adalah kalender Syamsiyyah atau Masehi. Dan yang kedua: orde waktu terkecil yang digunakan adalah satuan menit. Eksistensi jadwal waktu shalat abadi dianggap merupakan konsekuensi dari siklus kedudukan Matahari dalam kalender Syamsiyyah. Premis yang digunakan, nilai elemen posisi Matahari (yakni deklinasi dan perata waktu/equation of time) bagi sebuah tanggal di suatu tahun selalu sama (atau perbedaannya sangat kecil sehingga bisa diabaikan) bagi tanggal yang sama di tahun selanjutnya/sebelumnya. Sehingga deklinasi dan perata waktu Matahari untuk tanggal 20 Januari 2011 misalnya, (dianggap) sama dengan deklinasi dan perata waktu Matahari pada tanggal 20 Januari 2012.

Asumsi ini musti dikaji lebih lanjut. Cara termudah untuk mengecek apakah memang ada jadwal waktu shalat yang abadi adalah dengan melakukan uji konsistensi yang diperlihatkan oleh delta_t. Delta_t adalah selisih antara suatu waktu shalat pada suatu tahun Syamsiyyah dengan waktu shalat yang sama di tahun basis. Secara matematis delta_t bisa dituliskan sebagai berikut :
Disini perlu didefinisikan besaran nilai batas, yakni nilai yang membatasi apakah selisih waktu tidak signifikan (dianggap nol karena nilainya di bawah nilai batas) ataukah signifikan (dianggap utuh karena nilainya di atas nilai batas). Orde waktu terkecil bagi sebuah jadwal waktu shalat adalah satuan menit, sehingga nilai batasnya bisa ditetapkan sebagai 1/2 x 1 menit = 30 detik. Ini bermakna bahwa setiap nilai delta_t yang kurang dari 30 detik (secara mutlak) maka akan dibulatkan ke bawah menjadi nol menit. Sebaliknya setiap nilai delta_t yang melebihi 30 detik (secara mutlak) maka akan dibulatkan ke atas menjadi satu menit. Suatu waktu shalat dikatakan konsisten (lolos uji konsistensi) ketika nilai delta_t nya di bawah 30 detik.

Berikut disajikan contoh uji konsistensi waktu shalat dalam satu dekade yakni sejak tahun 2010 hingga tahun 2020 (dengan tahun 2010 sebagai tahun basis) bagi Kabupaten Kebumen, sebuah kabupaten yang terletak di propinsi Jawa Tengah bagian selatan yang secara karakteristik memiliki ihtiyaath waktu shalat 2 menit. Persamaan waktu shalat yang digunakan mengacu kepada keputusan Badan Hisab dan Rukyat Nasional Kementerian Agama RI, dengan deklinasi dan perata waktu mengacu kepada komputasi "Astronomical Algorithm"-nya Jean Meeus. Rentang waktu satu dekade dipilih untuk melihat kecenderungan (trend) apa saja yang kemungkinan terjadi dalam sepuluhtahunan tersebut.
Gambar 1. Kurva delta_t setiap waktu shalat untuk periode 2010 s/d 2020 bagi kabupaten Kebumen. Nampak pola-pola patahan dan kepang rambutnya. Meski demikian tidak ada satupun yang melampaui nilai batas 30 detik.

Uji konsistensi waktu shalat dilaksanakan bagi setiap waktu shalat wajib ditambah waktu Terbit Matahari dan berlangsung dalam rentang waktu 5 hari sepanjang tahun Syamsiyyah. Titik-titik delta_t setiap waktu shalat tersebut jika diplotkan akan membentuk suatu kurva yang secara umum mirip sinusoidal terkecuali bagi waktu ‘Ashar yang mendekati chaotic. terdapat pula pola yang penulis namakan "pola patahan" pada setiap kurva (selain waktu ‘Ashar), yang terjadi di sekitar hari ke-60 dalam setiap tahun Syamsiyyah. Kurva waktu Shubuh nampak mengalami patahan menanjak, sementara kurva waktu Dhuhur, Maghrib dan Isya’ mengalami patahan menurun. Perkecualian ada pada kurva waktu ‘Ashar yang mengalami baik patahan menanjak maupun menurun. Patahan tersebut terjadi bersamaan dengan melintasnya Matahari di garis lintang setempat, sehingga diasumsikan timbul sebagai akibat perubahan arah bayangan Matahari dari yang semula berada di selatan lintang setempat menjadi ke utara. Untuk markaz Kebumen, situasi ini terjadi di sekitar tanggal 1 Maret setiap tahun. Sementara khusus bagi waktu ‘Ashar, patahan tersebut teryata juga terjadi ketika arah bayangan Matahari juga berubah dari yang semula berada di utara lintang setempat menjadi ke selatan, yang bagi markaz Kebumen terjadi di sekitar tanggal 13 Oktober.

Jika kurva delta_t setiap waktu shalat dibandingkan dari tahun ke tahun Syamsiyyah, kita akan mendapati bahwa kurva-kurva tersebut memiliki kecenderungan mengelompok membentuk pola yang penulis istilahkan sebagai "pola kepang rambut." Pola kepang rambut terbentuk bagi setiap waktu shalat yang berselisih empat tahun Syamsiyyah, sehingga mengesankan sebuah perulangan empat tahunan atau kecenderungan kabisat (kabisat trend).

Kurva-kurva waktu shalat untuk dekade 2010 hingga 2020 memperlihatkan, seperti apapun bentuk kurvanya, tidak ada yang melampaui nilai batas 30 detik. Perkecualian memang pada waktu ‘Ashar yang salah satu puncak patahannya (khususnya pada kepang rambut 2012-2016-2020) tepat bernilai 30 detik. Hal ini menunjukkan bahwa waktu shalat sepanjang tahun 2010 hingga 2020 adalah konsisten sehingga waktu shalat 2010 bisa diberlakukan tanpa terkecuali sepanjang dekade tersebut hingga tahun 2020.

Apakah hal ini berlaku pula untuk dekade-dekade yang lain? Pola yang sama ternyata tidak dijumpai dalam dekade tahun 2000 hingga tahun 2010 meski untuk lokasi yang sama (Kabupaten Kebumen). Kurva-kurva delta_t waktu shalat memang tetap menunjukkan pola sinusoidal bagi keempat waktu shalat (dan Terbit Matahari) serta chaotic bagi waktu ‘Ashar, namun puncak kurva banyak yang melampaui nilai batas 30 detik sehingga tidak konsisten. Artinya, waktu shalat bagi tahun 2000 tidak bisa diberlakukan bagi tahun-tahun berikutnya hingga 2010 karena ada di antara tahun-tahun di dalam periode 2000-2010 dimana waktu shalatnya berselisih 1 menit dengan waktu shalat tahun 2000. Meski hanya berselisih 1 menit, hal ini menjadi faktor krusial khususnya ketika terkait dengan waktu shalat di bulan suci Ramadhan, dimana waktu shalat tidak sekedar membatasi kapan shalat boleh dimulai namun juga membatasi halal haramnya makan minum dan kegiatan lainnya yang terkait ibadah bulan suci Ramadhan.
Gambar 1. Kurva delta_t setiap waktu shalat untuk periode 2000 s/d 2010 bagi Kabupaten Kebumen, sebagai pembanding terhadap kurva 2010 s/d 2020.Perhatikan perbedaan polanya dan banyaknya puncak dan lembah kurva yang menjebol batas 30 detik. Ini menunjukkan bahwa waktu shalat tahun 2000 tak bisa diberlakukan untk tahun-tahun berikutnya hingga 2010 dan sekaligus memperlihatkan bahwa waktu shalat tidaklah abadi.

Realitas ini menunjukkan, bahwa waktu shalat bagi suatu dekade memiliki pola yang berbeda dengan dekade berikutnya. Perbedaan pola menunjukkan bahwa waktu shalat, meski memiliki kecenderungan kabisat, ternyata tidak memiliki pola konsisten dalam jangka menengah maupun panjang. Ini membuktikan bahwa sebenarnya tidak ada jadwal waktu shalat abadi atau selama-lamanya.